JATIMTIMES - Lembaga Kajian Hukum dan Politik Participation, Action and Research (PAR) Alternatif menilai kebijakan tunjangan seumur hidup pejabat negara sudah saatnya direformasi. Skema pensiun yang diberikan tanpa kontribusi pribadi dianggap membebani anggaran negara sekaligus menyalahi rasa keadilan sosial.
Direktur Eksekutif PAR Alternatif Andi Saputra menyebut kewajiban jangka panjang pensiun aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat kini telah mencapai level mengkhawatirkan.
Baca Juga : Gelar Aksi di Malang, HMI Tuntut Reformasi DPR dan Copot Anggota Bermasalah
“Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kewajiban pensiun ASN menembus Rp976 triliun. Angka itu setara hampir 27 persen dari total belanja negara 2025. Ini bom waktu bagi stabilitas fiskal,” paparnya, Senin (1/9/2025).
Menurut dia, kondisi itu ironis. Di saat rakyat menghadapi kenaikan pajak, harga kebutuhan pokok melambung, dan layanan publik masih minim, negara justru menanggung kemewahan masa pensiun pejabat.
PAR Alternatif mendorong pemerintah mengganti sistem tunjangan seumur hidup pejabat menjadi skema berbasis kontribusi (contributory pension). Dalam model ini, kata Andi, pejabat menanggung masa pensiunnya melalui iuran pribadi, sementara APBN hanya bersifat penopang tambahan.
“Reformasi tunjangan pejabat bukan sekadar soal efisiensi fiskal. Ini juga soal mengembalikan kepercayaan publik, soal keberpihakan negara pada prinsip keadilan dan kesederhanaan,” ujarnya.
Menurut PAR Alternatif penghentian privilese pejabat adalah pintu masuk menuju tata kelola negara yang lebih adil dan berpihak pada kepentingan rakyat. "Reformasi ini juga menjadi bagian penting dari upaya menjaga stabilitas politik dan sosial di tengah tekanan fiskal yang semakin berat," terangnya.
Baca Juga : Demo Cipayung Plus: Desak Polres Sumenep Berpihak pada Rakyat
Selain mendorong reformasi kebijakan, PAR Alternatif juga aktif melakukan pendidikan hukum dan politik di kalangan anak muda, terutama siswa SMA. Program itu bertujuan membekali generasi baru dengan kesadaran kritis agar tidak abai terhadap kebijakan publik yang langsung memengaruhi kehidupan masyarakat.
“Anak-anak muda harus tahu bahwa urusan fiskal, termasuk tunjangan pejabat, bukan sekadar angka. Itu menyangkut masa depan mereka,” pungkasnya.